Hand on guide #4: Urutan penulisan artikel itu beda dengan urutan artikel yang sudah terbit
SciWriting edisi day to day penulisan jurnal ilmiah

Salah satu yang muncul dalam diskusi offline tentang penulisan artikel untuk jurnal terindeks global adalah tentang urut kacang mengerjakan riset dan penulisan laporan ilmiahnya. Jawaban ringkasnya adalah bahwa keduanya berbeda kacang.
Dalam artikel tentang jadwal kerja tahunan, saya kira banyak yang sudah mafhum (terpahamkan) bahwa riset itu dimulai dengan menulis proposal. Penulisan proposal ini didominasi dengan studi pustaka atas tema yang menurut kita menantang. Proses tantang-menantang ini perlu kita sadari skupnya bukan institusional yang dalam persepsi rezim lama kita sudah pasti idenya jagoan. Hm, boleh saja kita masih merasa seperti itu, tapi SciWriter perlu menge-tos-toskannya dengan setidaknya hasil riset yang sudah beredar. Bahkan mungkin masih perlu mengecek koleksi preprint di misalnya arxiv.org atau dengan ide serupa di Research Gate. Bukankah SciWriters berniat untuk menambahkan koleksi dunia atas ilmu pengetahuan?
Singkat cerita, setelah proses tos-tosan dengan hasil riset yang sudah terbit maka proposal kita pun disetujui, kemudian kita pun selesai melakukan riset, dan akhirnya siap menuliskan laporan ilmiahnya untuk dibaca warga dunia. Sesuai urutan Sections di artikel ilmiah terindeks global, kita pun kembali ke proposal yang sudah kaya dengan studi literatur. Begitu? Nyuwun sewu, mboten.
Langkah pertama penulisan artikel adalah mengorganisir data hasil riset kita. Proses ini adalah bagian dari penulisan Section 3. Results. Di bagian ini secara offline bersama keseluruhan anggota tim, jamaknya kita men-tabular-kan hasil riset. Dan kemudian membuat tabel ini lebih visual menjadi chart atau images yang lebih manusiawi bagi otak kita yang absurd itu dan juga calon pembaca yang datang dengan pikiran kosong. Ini adalah soal mengkomunikasikan results.
Langkah kedua lagi-lagi adalah berdiskusi internal dengan keseluruhan tim tentang bagaimana data itu bisa sama atau berbeda atau memperbaiki riset dalam tema yang sama. baik yang sudah published atau pun yang sudah ada di dapur prepint. Hasil diskusi ini akan mewarnai Section 4. Discussion.
Kalau sekiranya hasil diskusi membuat kita pede menjadikannya sebagai saran bagi pengambil kebijakan yang peduli atas konsep evidence-based policy, misalnya, maka kita bisa menuliskan diskusi panjangnya di Section 4.2. Di sub section ini kita periset-birokrat bisa menyampaikan keunggulan kita sebagaimana sudah biasa kita sodorkan saat berada di bawah payung rezim lama yang hebat itu. Contoh dari kebanggaan institusional ini adalah section 4.3 Implications for risk management yang terbit di tahun 20161, dan section 21.4.2 Policy Implications of Polder Systems in Jakarta2. Bila kita tidak menyampaikan perhitungannya, kita bisa memasukkannya di bagian akhir diskusi sebagai rencana ke depan. Section 4.4 Limitations and future research bisa menjadi contoh3.
Langkah ketiga adalah menuliskan bagian akhir artikel, yakni 5. Conclusion. Bagian ini tricky karena banyak contoh artikel buatan RI yang hanya menuliskan penegasan bahwa hipotesis yang dibangun terbukti. Lebih panjang dari itu, saya menyarankan hasil penting atau novelty yang ada di section 3 dan 4 ditegaskan lagi di bagian akhir ini beserta angkanya. Mengapa? Karena bagian ini yang akan paling banyak dituju oleh jamaah global SciWriting.
Langkah terakhir adalah menuliskan Section 1. Introduction. Berbeda dengan proposal yang panjang lebar, versi final dari bagian ini lebih ringkas dan hanya memuat hal-hal yang relevan dengan section 3 dan 4. Deskripsi dari hal-hal yang relevan itu disampaikan dalam paragraf-paragraf yang bersambung. Penutup dari Section 1 ini adalah permasalahan dan research question yang nantinya terjawab di Section 5. Conclusion.
Bagaimana dengan Section 2. Methods? Sebagaimana proses di Section 1, SciWriter perlu menahan diri untuk tidak menyampaikan keseluruhan pendekatan yang ada di proposal, tapi memilih hanya di bagian yang relevan.
Setelah semua selesai, potongan penting di tiap-tiap section itu kita comot kedalam Abstract dalam bentuk kalimat yang padat dan ringkas. Di kelas, saya biasa memandu dengan aturan: 1 kalimat dari section latar belakang. Bisa juga menjadi 2 kalimat untuk sebaris permasalahan atau research question. Kalimat berikutnya adalah metodologi yang digunakan untuk mengumpulkan data. Kemudian satu atau dua kalimat hasil beserta angkanya. Dan diakhiri dengan kesimpulan. Beberapa author berpendapat Abstract tidak perlu menuliskan angka, tapi buat saya itu penting. Mengapa? Karena di jurnal berbayar, bagian Abstrct ini masih gratis. Itu pendekatan periset dunia ketiga untuk menjual hasil riset bagi periset dunia ketiga lain yang tidak mampu membayar ongkos membaca full article.
Kalau semua proses itu sudah selesai, kita boleh tersenyum karena mempunyai draft versi awal. Masih ada kerja berikutnya sebelum submit yakni membaca ulang draft awal itu, memperbaiki setidaknya atas kesalahan tipologi. Itu kalau proses membaca ulang ini tidak menimbulkan pertanyaan-pertanyaan besar yang akan mengubah draft. Selesai mengecek draft awal ini, kita bisa berlega hati dengan draft final yang siap di-submit ke publisher.
Kalau SciWriter baru pertama menapaki jalan penulisan ini, bersabarlah bila harus mengulang prosesnya lagi. Agar terasa ringan, silahkan simak tafsir Surat Āli ‘Imrān Ayat 200.
اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ
Pekan yang lewat, saya disodori full draft untuk dikomentari. Well, I’m sorry to tell here bahwa komentar awal saya adalah menuliskan ulang agar artikelnya keluar dari kaidah jurnalisme seperti di koran. Mungkin kapan-kapan kita berdiskusi tentang gaya penulisan.
Mudah-mudahan tulisan yang lebih panjang dari biasanya ini membantu SciWriters yang sedang ada di tahap mana saja dalam proses perburuan KKM. Selamat berjuang!
Budiyono, Y., Aerts, J. C. J. H., Tollenaar, D., and Ward, P. J.: River flood risk in Jakarta under scenarios of future change, Nat. Hazards Earth Syst. Sci., 16, 757–774, https://doi.org/10.5194/nhess-16-757-2016, 2016.
Budiyono, Y., Marfai, M.A., Aerts, J., de Moel, H., Ward, P.J. (2017). Flood Risk in Polder Systems in Jakarta: Present and Future Analyses. In: Djalante, R., Garschagen, M., Thomalla, F., Shaw, R. (eds) Disaster Risk Reduction in Indonesia. Disaster Risk Reduction. Springer, Cham. https://doi.org/10.1007/978-3-319-54466-3_21
Budiyono, Y., Aerts, J., Brinkman, J. et al. Flood risk assessment for delta mega-cities: a case study of Jakarta. Nat Hazards 75, 389–413 (2015). https://doi.org/10.1007/s11069-014-1327-9
Naahh, biar ngga bikin pembaca mumet, bagus kalau ada bulkonah yang eye catching hehe terus artikel berikutnya membedah setiap bab dalam artikel.. Keren itu